Rabu, 11 Agustus 2010

MINANGKABAU YANG KATIRISAN

Gagap Pada Budayanya Sendiri

Tahukah kita dengan budaya Minangkabau, mengertikah kita apa yang dimaksud dengan minangkabau? Benarkah kita berasal di puncak Gunung Merapi ? Tahukah kita apa yang dimaksud dengan Masyarakat Adat Minangkabau, Rajo nan Tigo Selo, sejarah masyarakat kita? Apa pengertian sebuah Nagari, Hak Ulayat, Pusako Tinggi, Kaum, Paruik, Penghulu dan lain sebagainya? Percayakah kita akan semua hal itu? Masih perlukahn semua itu? Dan lain sebagainya?

Mayarakat yang besar adalah masyarakat yang mengenal sejarahnya, mengenal tatanan hidup masyarakatnya, filosofi berpikir masyarakatnya, yang memelihara martabat masyarakatnya, yang selama ini kita sebut dengan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS SBK). Sudahkah diri kita sampai pada tahap itu?

Minangkabau dan Kebersamaan

Pada kenyataannya Minangkabau yang hanya terdiri 1 kata (Minangkabau) atau 2 kata (Minang Kabau) merupakan ratusan nagari yang berdiri sendiri, otonom tidak saling singgung/berhubungan satu sama lain. Sehebat apapun kita, kita tidak bisa mencampuri urusan nagari lain, suku lain, maupun kaum yang lain.

Otonomi adat yang berlaku sejak dahulu kala, membutuhkan kebersamaan antara satu sama lain, antara sesama keluarga, sesama paruik, sesama kaum, sesama nagari. Hanya sampai disana. Sudahkan kita peduli sesama keluarga, sesama paruik, sesama kaum bahkan sesama nagari? Jawablah pada diri kita sendiri, karena kita tidak akan bisa mendustai diri kita sendiri.

Cadiak Nan Surang - Surang

Dunsanak sekalian, saat ini kita teridap penyakit yang bernama "Superiority Compleks", merasa hebat, merasa pintar, merasa jaya & merasa super dan lain sebagainya. Perasaan yang menggerogoti jiwa & sanubari kita perlahan-lahan, merasa lebih pintar, jaya, super dari masyarakat yang lain, dari nagari yang lain, dari kaum yang lain, dari paruik yang lain, dari keluarga yang lain, bahkan dari saudara yang lain.

Tengoklah ke nagari-nagari kita, lihatlah denyut perekonomiannya, apa yang bisa kita perbuat, apakah yang bisa kita kita lakukan selain berkomentar seperti seorang pengamat mengulas pertadingan sepakbola.

Hal ini bermula pada diri kita sendiri, dimana semangat kebersamaan itu pupus waktu demi waktu, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun, hingga zaman demi zaman.

Ramadhan Sebagai Intropeksi Diri.

Dalam bulan suci ramadhan ini,dimana bulan yang dirakhmati Allah SWT, dimana kita bertarung pada diri kita sendiri yaitu Hawa Nafsu kita sendiri. Di bulan yang penuh rakhmat ini,kita diharuskan bersabar, menengok ke belakang atas apa yang telah kita perbuat selama ini.

Rasullullah SAW selalu mengingatkan kita, untuk menjaga tali silaturahim, saling ingat mengingatkan, nasehat menasehati, menjaga kebersamaan dalam bingkai Ukhuwah Islamiyah. Begitu juga budaya kita, berpesan saling menjaga, membantu satu sama lain, tolong menolong sesamanya, menjaga kebersamaan.

Semoga kita bisa menggunakan cermin hidup dengan baik & benar, memahami arti diri kita pada Minangkabau, memahami arti diri kita pada masyarakat, arti kebenaran yang hakiki, Nan Bana Tagak Sandirinyo.

Semoga bermanfaat, amin amin ya Rabbal alamin.

kutipan : Lembaga Hidup (nukilan) Buya Hamka

"Lidah orang berakal, di belakang hatinya

Hati orang Bebal, di belakang lidahnya "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar